Minggu, 22 Januari 2012



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU






OLEH

NAMA      : ISNI AINI
NIM           : C1K009063



















PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2011



TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU

1    PENDAHULUAN
Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, di antara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan kerapu ini termasuk ikan karnivora yang tergolong kurang aktif dan memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga relatif mudah dibudidayakan. Kegiatan budidaya ikan kerapu ini merupakan salah satu peluang usaha yang sangat terbuka luas untuk siapa saja (masyarakat Indonesia). Apalagi didukung oleh keadaan perairan Indonesia yang  memiliki perairan karang yang cukup luas dan permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat setiap tahunnya, sehingga potensi pengembangan budidaya sumberdaya ikan kerapu di Indonesia sangat besar (Tim Peneliti Lembaga Penelitian Undana,  2006).
Ikan kerapu termasuk dalam famili Serranidae dan jumlahnya sekitar 46 spesies yang hidup diberbagai habitat. Dari jumlah tersebut, semuanya tergolong dalam 7 genus yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropormuss, dan Variola. Dari ketujuh genus tersebut, umumnya hanya genus Chromileptes, Plectropomus dan Epinephelus yang termasuk komersial terutama untuk pasaran internasional seperti kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu mulut tikus/Hump-backed rocked, ikan kerapu Napoleon (Cheilinus undulatus), ikan kerapu sunuk/Coral Trout (termasuk dalam genus Plectropormus), ikan kerapu lumpur dan ikan kerapu macan (termasuk dalam genus Epinephelus). Dari beberapa jenis ikan kerapu komersial tersebut, ikan kerapu sunuk dan ikan kerapu lumpur paling banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan kerapu lainnya dan benihnya juga secara alami mudah diperoleh karena sudah dapat diadakan dengan cara pemijahan dalam bak (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2003).
Perdagangan ikan kerapu di Indonesia khususnya untuk tujuan ekspor sudah berjalan cukup lama, dengan mengandalkan pasokan dari hasil tangkapan. Prospek permintaan ikan kerapu untuk tujuan ekspor cukup menjanjikan, sehubungan dengan semakin membaiknya perekonomian di negara-negara tujuan ekspor seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Cina. Hal ini telah mendorong intensitas eksploitasi penangkapan ikan kerapu dalam negeri dengan berbagai cara, sehingga seringkali berpotensi merusak terumbu karang yang merupakan habitat alami ikan kerapu. Namun, untuk menjaga kontinuitas pasokan ikan kerapu hidup khususnya untuk tujuan ekspor, pemerintah telah membuat kebijakan untuk mengembangkan teknologi budidaya ikan kerapu yang meliputi pembenihan di bak terkontrol dan pembesaran pada karamba jaring apung di pesisir (laut). Keberhasilan pengembangan teknologi budidaya ikan kerapu oleh pemerintah khususnya untuk jenis kerapu macan, bebek, dan lumpur, serta diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup dan semakin meningkatnya permintaan ekspor, telah mengundang para pengusaha untuk masuk dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya luas areal budidaya pembesaran kerapu dengan karamba jaring apung (KJA) dari 15 hektar tahun 1994 menjadi 51 hektar tahun 2000 atau naik dengan rata-rata 53% per tahun. Pada periode yang sama, produksi ikan hasil budidaya meningkat dari sekitar 30 ribu ton menjadi 60 ribu ton atau naik rata-rata 35% per tahun (Subiyanto,  2007).
Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu memegang peranan yang sangat penting karena akan mendukung kesinambungan usaha dan target produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi untuk budidaya ikan kerapu ini adalah faktor resiko seperti keadaan angin dan gelombang, kedalaman perairan, bebas dari bahan pencemar, tidak mengganggu alur pelayaran, faktor kenyamanan seperti dekat dengan prasarana perhubungan darat, pelelangan ikan (sumber pakan), dan pemasok sarana dan prasarana yang diperlukan (listrik, telpon), dan faktor hidrografi seperti selain harus jernih, bebas dari bahan pencemaran dan bebas dari arus balik, dan perairannya harus memiliki sifat fisik dan kimia tertentu (kadar garam, oksigen terlarut). Adapun parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur antara 24–310C, salinitas antara 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH antara 7,8–8. Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang (Anonim, 2011).
Nilai jual ikan dalam kondisi hidup jauh lebih tinggi dari ikan dalam keadaan mati (segar). Sebagai contoh harga ekspor per kg untuk jenis kerapu Bebek ( Chromileptis altivelis ) kondisi hidup mencapai US$ 40 – 50, sedangkan untuk kondisi mati (segar) US$ 10 – 15. Harga kerapu Bebek hidup di tingkat produsen atau pembudidaya jaring apung dapat mencapai Rp 350.000, kerapu Macan Rp 90.000 per kg. Oleh karena itu penanganan pasca panen ikan kerapu hidup berperan sangat penting dalam menentukan harga pasar (Harianto, 2003).
Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat ini sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia, termasuk di perairan Lombok.Selain bernilai ekonomis tinggi dengan harga sekitar 36 US dollar per kg,ikan kerapu bebek juga sudah berhasil dikembangkan teknik pembenihannya oleh balai pemerintah, seperti Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung danBalai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut di Gondol - Bali, Balai BudidayaLaut (BBL) Sekotong, serta beberapa hatchery swasta di Indonesia. Dengan demikian terbuka peluang yang cukup luas untuk mengembangkan usaha pembesaran ikan kerapu bebek (Anonim, 2011).

2    PEMELIHARAAN INDUK DAN PEMIJAHAN
Di Balai Budidaya Laut Sekotong, Lombok Barat, salah satu spesies ikan kerapu yang sudah dikuasai teknik pembenihan dan pembesarannya adalah ikan kerapu bebek. Ikan kerapu bebek ini merupakan salah satu ikan yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki pangsa pasar serta prospek usaha yang bagus sehingga tidak heran apabila teknologi pembenihan dan pembesaran ikan kerapu ini terus ditingkatkan.
Kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek ini diawali dengan persiapan induk. Indukan kerapu ini dipelihara dalam bak beton bulat berwarna biru dengan volume 15-50 ton. Bak ini sekaligus sebagai bak pemijahan yang dihubungkan langsung dengan bak pemanenan telur.
Adapun indukan yang digunakan di Balai Budidaya Laut Lombok ini yaitu berasal dari hasil tangkapan nelayan ataupun hasil budidaya pada pembesaran di bak yang berasal dari Bali yang diangkut dengan sistem tertutup menggunakan transportasi laut. Selama dalam proses pengangkutan, indukan kerapu direndam dalam suatu wadah yang sebelumnya telah diberikan desinfektan yang disebut “Elbajo” yang berbentuk bubuk. Sesampainya di lokasi, indukan ikan kerapu diaklimatisasi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam kegiatan budidaya.
Indukan  yang digunakan yaitu ikan kerapu yang telah matang gonad yang telah dipelihara selama 7-10 bulan dengan berat tubuh untuk yang betina yaitu 1,5-2,5 kg/ekor sedangkan indukan kerapu jantan ukurannya 2,5-3,5 kg/ekor. Secara visual dapat dilihat bahwa ikan kerapu betina memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding yang jantan. Menurut Amirudin (2008) cara pengecekan  kematangan gonad dilakukan selain secara visual yakni melalui penampakan bagian abdomen dan muara saluran urogenital (khusus induk betina), pengecekan kematangan gonad juga dilakukan melalui cara kanulasi untuk induk betina yakni dengan jalan memasukkan selang kanula dengan diameter 0,8 – 1 mm kedalam lubang genital sedalam 4-6 cm lalu dihisap dan dicabut secara perlahan-lahan. Untuk induk jantan dilakukan dengan metode striping yaitu mengurut bagian perut kearah lubang genital yang dilakukan secara perlahan-lahan. Kegiatan ini dilakukan pada saat seminggu sebelum musim pemijahan berlangsung. Adapun kepadatan induk yang dipelihara dalam bak induk yaitu 1-2 ekor/m2 dengan perbandingan jantan dan betina di dalam bak indukan yaitu 1:3. Selama dalam pemeliharaan, induk ikan kerapu diberi pakan berupa ikan rucah (berupa ikan teri) dan cumi segar yang diberikan pada pagi dan sore hari. Selanjutnya ditambahkan pula oleh Amiruddin (2008) bahwa sebaiknya perbandingan ikan rucah dan cumi pada pakan ikan kerapu bebek adalah 2:1. Sebelum diberikan ke ikan kerapu, ikan rucah ini terlebih dahulu dibersihkan isi perut dan kepalanya karena pada bagian-bagian tersebut sangat mudah terjadi pembusukan (perkembangbiakan mikroorganisme).
Untuk meningkatkan performa induk ikan kerapu, ditambahkan pula vitamin C dan biovit secara oral melalui pakannya. Selain itu juga, untuk merangsang pemijahan indukan ikan kerapu, dicampurkan Natur E dalam pakan cumi segar dan diberikan secara teratur 2x sehari pada pagi dan sore hari tetapi dosis pada pagi hari lebih banyak dibanding sore. Menurut Mardjono (2011) bahwa penambahan vitamin C pakan ikan kerapu dapat dapat meningkatkan kualitas telur dan larva. Selain vitamin C, vitamin E juga dibutuhkan untuk meningkatkan kesuburan dan meningkatkan waktu reproduk induk ikan. Selama pemeliharaan kerapu bebek ini, tidak pernah dilakukan penyemplingan ukuran baik panjang maupun beratnya.
Pemijahan biasanya terjadi pada bulan gelap yakni setiap dua minggu menghasilkan telur (satu hari sebelum bulan gelap dan satu hari setelah bulan gelap). Pemijahan terjadi diatas jam 01.00 malam yakni sekitar pukul 02.00-04.00 Wita. Tidak diamati bagaimana gejala yang terjadi selama proses pemijahan tetapi menurut Anonim (2011) indikator akan terjadinya pemijahan yaitu secara visual bagian abdomen (perut) induk-indu kerapu tikus sudah tampak membesar (membuncit) atau dengan perantaraan selang kanulasi, induk betina telah memiliki telur dengan ukuran > 300 um. sedang untuk induk jantan telah memiliki sperma cukup kental serta berwarna putih susu ketika distriping yang menandakan proses pemijahan selesai yaitu dihasilkannya telur. Setelah selesai memijah, selanjutnya dilakukan pengumpulan dan pemanenan telur yang dikumpulkan di dalam akuarium. Jumlah telur yang dihasilkan setiap siklusnya yaitu 1-3 juta telur. Telur ini dihitung dengan metode volumetrik yaitu dengan menghitung telur hasil sampling (butir/ml) dikalikan dengan vulome akuarium. (ml).
Telur yang sudah tertampung di akurium kemudian di seleksi dan diambil menggunakan  sekop nett. Seleksi telur dilakukan dengan memanen telur yang berkualitas baik saja. Dimana telur yang berkualitas baik ditandai dengan warnanya yang transparan dan akan mengapung di permukaan sedangkan telur yang rusak akan mengendap di dasar perairan sehingga untuk memanen telur dilakukan dengan mengalirkan air permukaan melalui outlet untuk ditampung di bak kolektor. Untuk memisahkan kualitas telur yang baik dan yang rusak sebelum pemanenan telur,  terlebih dahulu diberikan aerasi yang kuat dan air ditinggikan agar telur yang bagus terpisahkan dan mengapung di permukaan sehingga mudah untuk dipanen. Telur yang berkualitas baik kemudian ditebar pada bak pemeliharaan dengan padat tebar 5-6 butir telur/L. Telur menetas di dalam bak pemeliharaan setelah 19 jam pada suhu 30-320C.
Untuk tetap menjaga kualitas air selama dalam proses pemeliharaan, setiap hari dilakukan pergantian air sebanyak 300% dan tidak dilakukan penyiponan karena setiap hari dilakukan pergantian air jadinya air media tetap bersih sehingga tidak perlu di siphon. Adapun pengamatan kualitas air dilakukan setiap hari dengan mengamati suhu, pH, salinitas, kadar amoniak dll.
Selama dalam proses pemeliharaan induk ikan kerapu ini yang menjadi kendala yaitu sumber air yang kotor. Hal ini disebabkan karena alur air yang masuk dan keluar satu arah sehingga kemungkinan kotoran dari limbah buangan akan masuk kembali. Namun untuk mengatasi hal tersebut, sebelum digunakan  air tersebut difilter atau disaring dahulu untuk mengurangi mikroorganisme yang terkandung di dalamnya sehingga air media yang digunakan bersih.
Terlepas dari semua itu, hal yang menjadi kunci sukses dalam melakukan pemeliharaan induk kerapu yaitu harus memperhatikan kualitas induk yang baik dan debit air harus kuat.

Ukuran bak induk yaitu :    panjang           à
                                           Lebar               à
                                           Tinggi              à 3 meter
Ukuran bak kolektor yaitu: Panjang          à
                                           Tinggi              à
Lebar               à
Jumlah titik aerasi dalam bak indukan yaitu ada 5 titk aerasi dimana peletakannya disesuaikan yang terpenting alur arus yang dihasilkan oleh aerator tersebut harus satu arah yaitu memusat di tengah. 



Gambar 1. Bak induk tampak atas (kiri), tampak samping (kanan).


Gambar 2. Bak kolektor

3    PENGADAAN PAKAN ALAMI
Pakan alami yang terdapat di Balai Budidaya Laut Lombok Sekotong yang tersedia yakni dari jenis fitoplankton antara lain ada Nannochloropsis sp., Vaplopa sp., Chaetosceros sp., Nitzia sp. sedangkan pakan alami berupa zooplankton yang tersedia yakni artemia dan rotifera. Tapi pakan alami yang digunakan untuk pembenihan ikan kerapu yakni Nannochloropsis sp dan rotifera serta artemia yang diberikan pada stadia larva yang berbeda.
Pakan alami mulai disiapkan sehari sebelum cadangan makanan (endogenous) larva ikan habis atau dengan kata lain pakan alami berupa Nannochloropsis diberikan pada D1 pemeliharaan larva,. Hal ini dilakukan agar setelah cadangan makanan larva mulai habis, pakan alami sudah langsung tersedia sehingga larva tidak kekurangan makanan. Kemudian pada D2 larva diberikan Rotifera dengan kepadatan 3-5 ind/ml dan pemberian pakan buatan dan artemia diberikan pada larva yang berumur 17 hari. Pakan alami tersebut dikembangkan pada skala laboratorium, skala semi massal dan skala massal. Kultur fitoplankton dan zooplankton pada skala laboratorium dilakukan secara bertingkat yaitu mulai dari volume yang sedikit sampai ke volume yang lebih besar.
Sebelum melakukan kultur fitoplankton, terlebih dahulu Fitoplankton mulai diinokulasi dengan dikembangbiakkan dari media agar yang dilengkapi dengan larutan nutrien pengkaya yang kemudian dikultur pada media cair sedikit demi sedikit dari volume 10 ml dalam tabung reaksi selama waktu 7-10 hari kemudian dikultur lagi ke volume yang lebih besar yaitu menjadi 100 ml, 250 ml sampai skala 10 L.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pemurnian individu dari suatu sampel perairan dengan cara membuat kultur murni dengan menggunakan media agar .
  1. Bahan yang akan digunakan untuk membuat media agar adalah 1,5 gram Bacto agar dalam 100 ml air laut di tambah dengan pupuk Conwy untuk green algae dan pupuk silikat untuk Diatomae.
  2. Panaskan agar dan media tersebut dengan menggunakan hotplate atau microwave sampai cairannnya mendidih dan masukkan kedalam autoclave pada suhu 120oC dengan tekanan 1 atm selama 20 menit .
  3. Biarkan agak dingin sebentar kemudian tambahkan vitamin setelah itu larutan agar dan pupuk tersebut dituangkan kedalam petridish atau tabung reaksi dan dibiarkan sampai dingin dan membeku kemudian simpan di dalam lemari es. Langkah selanjutnya adalah melakukan kultur murni/isolasi plankton pada media agar yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah yang harus dilakukan adalah:
  1.  Ambil contoh air plankton dengan jarum ose yang telah dipanaskan/disterilisasi dan oleskan kepermukaan media agar, pengolesan jarum ose pada media agar ini dilakukan dengan cara zigzag, kemudian tutup dan simpan media agar yang telah digoresi dengan plankton pada suhu kamar dibawah sinar cahaya lampu neon secara terus menerus.
  2. Biarkan media tersebut dan biasanya inokulum akan tumbuh setelah 4 – 7 hari dilakukan penggoresan dengan terlihatnya koloni plankton yang tumbuh pada media agar tersebut. Amati dibawah mikroskop koloni tersebut dan ambil koloni yang diinginkan dan dikultur pada media agar miring dalam tabung reaksi yang akan digunakan sebagai bibit.
  3. Koloni murni ini selanjutnya diinkubasi pada ruangan ber AC.
Selanjutnya kultur fitoplankton dalam hal ini Nannochloropsis sp. dapat dilakukan dengan menggunakan 10 bak berwarna putih dengan ukuran yakni panjang: 4,9 meter, lebar: 3 meter, dan tinggi bak 1,5 meter. Jumlah aerasi yang digunakan yaitu 12 buah dengan panjang pipa 4 meter yang diletakkan pada  jarak 1 meter.
Tahapan kultur fitoplankton dalam medium cair skala Laboratorium meliputi :
1.    Disipkan alat dan bahan berupa toples, peralatan aerasi, air laut dll.
2.    Dibersihkan wadah (toples) kultur fitoplankton dan disterilkan.
3.    Dimasukkan air laut bersih yang sudah disterilkan menggunakan chlorin lalu dinetralisir menggunakan thiosulfat.
4.    Dipupuk air laut lalu diaerasi. Adapun pupuk yang digunakan yaitu Konwe dan pupuk medium sebanyak 1 ml/L.
5.    Dimasukkan bibit fitoplankton sesuai dengan yang diinginkan. Untuk kultur 1 L fitoplankton, dibutuhkan bibit fitoplankton sebanyak 10-20% dari volume total media atau sekitar 100 ml bibit fitoplankton dengan volume air sebanyak 900 ml. 
6.    Fitoplankton dapat dipanen setelah 4-5 hari menggunakan plankton net dengan ukuran 40-80 mm. Fitoplankton mulai dipanen setelah  terlihat padat. Hal ini ditandai secara visual dapat terlihat warnanya yang sudah mulai berubah menjadi lebih pekat.  Pertumbuhan fitoplankton pada hari ke-2 mulai beradaptasi, hari ke-3 fitoplankton mulai berkembang, hari ke-4 masih berkembang biak dan hari ke-5 fitoplankton mulai mengalami puncak populasi. Setelah itu pada hari-hari berikutnya populasi fitoplankton akan menurun karena kehabisan nutrien. Oleh karena itu, hari yang tepat untuk melakukan pemanenan fitoplankton yaitu pada hari ke-5 sebelum fitoplankton mengalami kematian.
7.    Bibit fitoplankton ini dapat diberikan langsung ke larva ikan atau dapat juga dikultur dalam skala semi massal dan massal.
Panen fitoplankton dilakukan dengan melakukan panen sebagian atau panen total. Panen total dilakukan pada saat kebutuhan stok pakan alami sangat tinggi dan terjadi pertumbuhan fitoplankton drop. Sedangkan panen sebagian dilakukan pada saat ingin melakukan kultur fitoplankton pada skala yang lebih besar lagi. Sisanya dapat disimpan dikulkas pada suhu rendah yaitu 4-50C sebagai stok. Untuk menghitung kepadatan fitoplankton dalam suatu media, alat yang digunakan yaitu Haemocytometer yang diamati dibawah mikroskop.
Media/fasilitas budidaya fitoplankton yang ada di Balai Budidaya laut Lombok sekotong ini bisa dibilang sudah tercukupi. Namun dalam melakukan kultur pakan alami, pastinya akan selalu ada kendala-kendala yang menjadi permasalahan dalam kegiatan kultur. Dimana kendala yang dialami selama kultur fitoplankton di BBL Sekotong ini yaitu lamanya penyimpanan air dan sering mati listrik. Listrik yang mati ini menyebabkan proses aerasi dan penyinaran lampu neon yang menjadi sumber pencahayaan fitoplankton akan terhenti sehingga mengganggu metabolisme fitoplankton yang dikultur. Jika hal ini terjadi terus menerus dan dalam waktu yang lama, maka menyebabkan fitoplankton akan mati.
Adapun tahapan kultur zooplankton sama saja dengan kultur fitoplankton bedanya hanya dipupuknya saja. Dimana pada kultur zooplankton pupuk yang digunakan yaitu fitoplankton karena fitoplankton ini merupakan makanan zooplankton sehingga nutrien yang dibutuhkan oleh zooplankton yakni berasal dari fitoplankton.

Kunci kesuksesan penyedian pakan alami yaitu harus bekerja secara steril dan rajin melakukan pengontrolan. Adapun saran yang dapat diajukan sebagai topik penelitian yaitu : diharapkan para mahasiswa dapat meneliti berbagai tingkatan dosis (konsentrasi) pupuk, fitoplankton maupun zooplankton dan diharapkan juga untuk penelitian yang selanjutnya ada mahasiswa yang mau menguji apakah pemberian chlorin 60 ppm sudah optimal atau tidak untuk digunakan dalam kultur fitoplankton.
Ukuran bak pakan alami :
Toples : 2L, 5L dan 20L
Erlenmeyer : 1000 ml, 250 ml, 500 ml, dan 1000 ml.




Gambar 3. Bak fitoplankton

4    PENETASAN TELUR DAN PEMELIHARAAN LARVA (HATCHERY)
Telur yang telah dihasilkan dari proses pemijahan, selanjutnya dipanen dan dikumpulkan di dalam akuarium. Jumlah telur yang dihasilkan setiap siklusnya yaitu 1-3 juta telur. Telur yang sudah tertampung di akurium, sebelum ditebar terlebih dahulu  di seleksi dan diambil menggunakan  sekop nett. Seleksi telur dilakukan dengan memanen telur yang berkualitas baik saja. Telur ditebar pada bak pemeliharaan dengan padat  tebar 5-6 butir telur/L. telur diaerasi dengan kuat supaya oenyebaran telur merata. Telur akan menetas setelah 19 jam pada suhu air 28 – 300c.
Sebelum ditebar,dilakukan terlebih dahulu perhitungan telur pada akuarium dengan volume 100 liter dengan diaerasi kuat supaya penyebaran telurnya merata. Setelah itu dilakukan sampling pada lima titik (setiap sudut akuarium dan bagian tengah) kemudian dirata – ratakan dibagi volume sampling dan dikalikan dengan volume akuarium. Selanjutnya dilakukan pemberian Elbajo dengan dosis 1 ppm dan ditimbang Elbajo sebanyak 5 gram untuk 10 ton air bak pemeliharaan larva, kemudian diencerkan dengan air laut sebanyak 15 liter lalu diaduk hingga homogen kemudian ditebar pada titik aearasi. Dalam penebaran telur ada beberapa alat dan bahan yang digunakan yaitu:
·         Ember volume 30 liter 1 buah
·         Gayung sebanyak 1 buah
·         Scopnet halus meshsize 400 mikron sebanyak 1 buah
·         Beakerglass 50 ml sebanyak 1 buah
·         Telur kerapu bebek
·         Anti bakteri Elbaju sebanyak 100 gram
·         Akuarium voume 100 liter
·         Aearsi
·         Air laut dan
·         Bak penetasan Naupli Artemia dengan volume 200 liter sebanyak 2 buah.

Di BBL sekotong pemeliharaan larva dilakukan pada bak beton volume 10 ton, pada ruangan tertutup (indoor), dengan kepadatan larva 4 – 5 ekor/liter. Pakan yang diberikan adalah rotifera mulai dari D2 sebanyak 1 – 3 ind/ml, setelah D5 ditingkatkan dengan kepadatan 3 – 5 ind/ml, pakan buatan diberikan mulai D15 secara adlibitum sesuai dengan kepadatan larva, Artemia diberikan mulai D18 dengan kepadatan 0,5 – 1 ind/ml tergantung dengan kepadatan larva. Panen larva dilakukan setelah benih berumur D40 – 45 atau setelah mencapai ukuran 1,5 – 2 cm. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya benih tidak stress. Adapun  cara pemanenan benih ikan kerapu bebek yakni dengan cara menurunkan air pemeliharaan sampai kedalaman 20 – 30 cm dari dasar bak. Benih ditangkap dengan menggunakan keranjang halus sekaligus di grading/ dipilah berdasarkan ukuran untuk dipindahkan ke bak pendederan.
Selama dalam pemeliharaan larva kerapu bebek, pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara memberikan Elbajo dengan dosis 0,5 ppm setiap lima hari sekali. Adapun untuk pemeliharaan kualitas airnya, dapat menggunakan beberapa perlengkapan yaitu :
·         Selang sipon sebanyak 1 buah/bak
·         Alat pengukuran kualitas air
·         Selang diameter 1 inchi panjang 2 meter dan
·         Spektrofotometer

5    PENDEDERAN LARVA
Benih ikan kerapu bebek yang dipelihara di BBL Sekotong didatangkan dari Situbondo dan Gondol-Bali. Karena berasal dari luar pulau maka dilakukan beberapa perlakuan pada benih setelah sampai di lokasi pendederan yaitu mulai dari persiapan air lalu diaklimatisasi kemudian ditebar. Ukuran benih yang digunakan yaitu berkisar antara 1,8-3 cm. Benih ini dipelihara pada bak indoor dengan volume 10 ton. Padat penebaran benih ikan kerapu yaitu 1330 ekor/bak dan selama pemeliharaan benih kerapu ini tidak dilakukan penjarangan.
Selama proses pendederan benih ikan kerapu ini, pakan yang diberikan yaitu berupa pellet dan tidak diberikan ikan rucah. Adapun jenis pellet  yang diberikan yaitu NRD untuk ukuran > 1,8 cm dan GR2 untuk ukuran 3 cm. dimana pakan ini didatangkan dari jepang. Pemberian pakan dilakukan secara adlibitum (sampai kenyang) dengan pemberian pakan yaitu 2 jam sekali. Sisa pellet yang tidak termakan di dasar kolam akan disipon. Penyiponan dilakukan setiap hari  yaitu pada pagi dan sore hari. Bentuk alat shipon yaitu berupa selang yang terhubung oleh pipa. Selama penyiponan, aerasi dan sirkulasi air dimatikan agar partikel yang mengendap dapat langsung di sipon.
Waktu yang diperlukan untuk pendederan benih ikan kerapu yaitu selama 4-6 bulan atau sampai benih mencapai ukuran 10-12 cm sehingga benih tersebut bisa dijual dengan harga 1500/cm.
Selama proses pendederan, kekuatan sirkulasi airnya yakni 200L/jam. Pergantian air dilakukan sebanyak 2x yaitu pagi jam 11.00 dan sore jam 15.00 dengan ketinggian rata-rata air perhari yakni 120 cm. Pengukuran kualitas air dilakukan secara rutin setiap hari. Adapun parameter yang diukur yaitu suhu (28-30 0C), DO (29-32 ppm), pH (6,8-7,2), salinitas (30-33 ppt)  serta kadar amoniak. Kendala yang dihadapi selama proses pendederan yaitu infeksi bakteri (vibrio) dan virus VNN yang menimbulkan penyakit. Sejauh ini solusi yang digunakan yakni dengan memberikan vaksin polivalen dengan dosis 0,2 ppm/bak yang diberikan secara oral melalui pakan karena masih berupa benih. Saran yang dijadikan topik penelitian yaitu diharapkan mahasiswa melakukan pengujian terhadap pengaruh pemberian pakan larva dan terkait dengan vaksinasi antar ikan.
Ukuran bak pendederan    : 1,5 x 3 x 1,6 m3
Warna bak pendederan     : biru langit
Jumlah titik aerasi              : 3 titik aerasi pada masing-masing bak
Tidak menggunakan skala ketinggian air.
 

Gambar 4. Bak pendederan

Gambar 5. sistem pipanisasi saluran yang masuk yang ada pada bak pendederan

6    PEMBESARAN DI KARAMBA JARING APUNG (KJA)
Di BBL Sekotong bahan dasar yang digunakan untuk membuat rakit KJA kayu berupa papan dan plastik/steroform serta mengguankan baut untuk menghubungkan papan-pana tersebut. Standar penggunaan bahan-bahan tersebut yakni dapat mencapai 8 tahun. Ukuran baut yang digunakan pada KJA kayu yaitu 10 cm dan 21 cm. Ukuran 10 cm digunakan untuk menghubungkan papan pada lubang-lubang kantong sedangkan yang ukuran 21 cm digunakan untuk menghubungkan papan-papan utama. Jumlah lubang kantong pada KJA dalam satu unit untuk membudidayakan ikan kerapu adalah 150 buah. Ukuran lubang kantong pada KJA 3x3 dan ada yang berukuran 2x2 m.
Di Karamba Jaring Apung ada beberapa fasilitas yang sangat diperhatikan dalam membuat suatu kontruksi KJA yaitu  di bagian atas KJA, dipasang terpal berongga untuk melindungi KJA dan para pekerja dari sinar matahari dan dibagian bawah KJA dipasang pelampung sebagai pemberat agar KJA tidak tenggelam. Pelampung ini terbuat dari steroform yang dilapisi plastik. Rata-rata jumlah pelampung dalam satu unit KJA adalah 20 buah. Selain itu juga, KJA ini dilengkapi dengan rumah jaga. Namun rumah jaga dibuat terpisah dari unit KJA. Rumah jaga tidak dapat dipasangkan lubang kantung di bawahnya karena jika ikan dipelihara dibawahnya maka ikan tidak bisa terkena sinar matahari dan dapat menghambat proses fotosintesis phytoplankton.
Bibit kerapu yang dibesarkan di KJA berasal dari hasil pembenihan yang dilakukan di Balai Budidaya Laut Lombok Sekotong ataupun berasal dari luar BBL. Harga bibit kerapu terbaru adalah Rp. 3000/cm untuk bibit yang berasal dari luar BBL Sekotong dan yang berasal dari BBL sekotong adalah Rp 2000/cm. Ukuran benih yang baik untuk ditebar di KJA adalah 12-17 cm dan di BBL Sekotong ini bibit yang digunakan yaitu yang berasal dari pendederan benih yang ada di BBL yang berukuran >12 cm tepatnya yaitu benih yang berukuran 15 cm. Alasannya adalah bibit sudah tahan terhadap gangguan arus dan sudah kebal terhadap penyakit.
Pengangkutan benih dari unit pendederan menuju KJA dilakukan menggunakan spit board dengan sistem terbuka. Cara pengangkutannya :
-       Diambil air dari tempat pendederan kemudian ditumpahkan ke dalam palkah spit board
-       Dinyalakan kompresor untuk menggerakkan aerator
-       Diserok benih dari tempat pendederan dan langsung dimasukkan ke dalam palkah spit board tanpa aklimatisasi lagi karena air tersebut dengan lokasi pendederannya sudah sama
-       Diangkut benih menuju KJA dengan spitboard
-       Di KJA harus dilakukan aklimatisasi dahulu kemudian dilepaskan ke dalam lubang kantong pembesaran di KJA. Aklimatisasi benih di KJA dilakukan dengan cara : menyerok benih ikan dari Palkah spitboard kemudian diletakkan dalam ember yang sudah berisi air yang berasal dari palkah tersebut. Ember tersebut kemudian dibawa ke lubang kantong dan langsung dicelupkan ke dalam air yang ada pada lubang kantong KJA secara pelan-pelan untuk menyamakan suhu. Dimasukkan sedikit demi sedikit air ke dalam ember menggunakan dayung untuk menyesuaikan salinitas dan tunggu beberapa saat sampai ikan beradaptasi lalu dimasukkan ikan perlahan-lahan ke dalam air pada lubang kantong.
Kepadatan awal penebaran benih di KJA adalah untuk ikan yang berukuran 12 -15 cm. padat tebarnya 300 ekor/lubang kantong dan untuk yang ukuran 17 cm padat tebarnya adalah 250 ekor/lubang kantong. Untuk yang ukuran 12-15 cm ketika ukurannya mencapai 17 cm maka harus dikurangi padat tebarnya karena akan terjadi perebutan makanan. Jenis pakan yang diberikan untuk pembesaran ikan di KJA adalah pakan buatan berupa pellet yang dapat ditemui atau dapat dibeli di toko pellet dengan merk “KERA” atau “MEGAMI”. Terkadang juga diberikan pakan ikan rucah jika sedang musim ikan rucah. Pakan ikan rucah biasanya lebih bagus untuk ikan kerapu dibandingkan dengan pakan pellet karena pakan ikan rucah dapat membuat ikan kerapu mencapai ukuran konsumsi 1 ekor >  4 ons hanya dalam waktu 10 bulan sedangkan apabila diberikan pakan pellet untuk mencapai ukuran tersebut dibutuhkan waktu  1,5 tahun. Namun di lain sisi, kekurangan pakan ikan rucah adalah sulit didapat atau tersedia karena tergantung musim dan tidak tahan lama (cepat busuk) sedangkan pellet dapat tahan lama, mudah didapat serta dapat diatur komposisinya sesuai selera. Pemberian makanan pada ikan kerapu dilakukan 4x sehari yaitu 2x pada pagi hari dan 2x pada sore hari dengan campuran vitamin C 2gr/Kg pakan yang dilengkapi dengan telur.
Untuk pengurangan kepadatan (penjarangan) dilakukan setiap bulan mulai dari ikan kerapu dipelihara di KJA. Pengurangan kepadatan bisa mencapai 18x hingga ikan kerapu siap dipasarkan. Tekhnik penjarangan dilakukan dengan melihat ukuran ikan kerapu dan keaktifannya serta respon pakannya. Untuk penjarangan bisa dilakukan 10-20% dari padat tebar kerapu.
Ukuran ikan kerapu yang laku di pasaran adalah > 4 0ns perkilogram. Untuk harga sekarang, ikan kerapu bebek hidup berkisar antara Rp. 350.000-Rp. 400.000 per kilogram dan untuk ikan matinya tidak diketahui karena BBL sekotong hanya menjual ikan hidup. Untuk kerapu yang lain tidak diketahui harganya karena kekurangan informasi dan belum dipelihara.
Lama waktu pembesaran ikan kerapu di KJA bisa mencapai 1,5 tahun. Pembersihan dan pergantian jaring dilakukan setiap 2 minggu sekali dan jaring yang lama langsung diganti dengan jaring yang baru. Selama ini yang menjadi kendala dan permasalahan dalam pembesaran ikan kerapu di KJA yang ada di BBL Sekotong ini yaitu sebenarnya lokasi budidaya KJA yang ada di Sekotong ini tidak bagus untuk mendirikan KJA karena arus dan ombaknya sangat kuat. Padahal tingginya ombak ini merupakan titik kritis selama proses pembesaran ikan kerapu di KJA. Namun apa boleh buat, hal ini merupakan sudah keputusan pemerintah yang harus dipatuhi sehingga tetap dilakukan pembesaran kerapu di lokasi tersebut. Selain itu juga, yang menjadi kendala lain dalam pembesaran ikan kerapu di KJA ini yaitu masalah muusim yang sampai saat ini para karyawan tidak punya cara untuk mengatasi masalah musim tersebut. Satu kendala lagi yang sangat crusial yang menjadi permasalahan dan kendala selama proses pembesaran ikan kerapu di KJA adalah dari faktor manuasinya sendiri dimana mereka sering mencuri ikan-ikan kerapu di KJA dan ada petugas yang tidak memberi ikan makan karena faktor cuaca tidak mendukung. Adapun solusi yang selama ini dijalankan oleh karyawan untu mengatasi permasalahan tersebut yaitu KJA harus selalu dijaga dan jika tidak diberi makan maka pada periode makan berikutnya kuantitas pakannya harus ditambah.
Hal-hal yang harus dikuasai dan merupakan kunci kesuksesan pembudidayaan ikan kerapu adalah :
-       Pemberian pakan yang rutin
-       Lakukan perendaman rutin dengan air tawar setiap 2 minggu sekali untuk menghilangkan kutu pada kulit kerapu.
-       Pakan yang diberikan harus diberi vitamin.















































































SUMBER PUSTAKA


Anonim, 2010. Budidaya Ikan Kerapu. http://www. Budidaya_ikan_kerapu/com. Diakses tanggal 20 Desember 2011.

Anonim, 2011. Pembenihan Ikan Kerapu di Balai Budidaya Laut Sekotong. http://www.scribd.com/doc/59058145/bab-1. Diakses tanggal 30 Desember 2011.

Amirudin 2008. Manajemen Induk Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) sebagai Upaya Optimalisasi Produksi Telur berkualitas. http://www.perbenihan-budidaya.kkp.go.id/teknologi/manajemen%20induk%20kerapu%20tikus.pdf. Diakses tanggal 30 Desember 2011.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2003. Usaha Budidaya Kerapu Sistem Keramba Jaring Apung Dengan Pola Kemitraan Terpadu. Direktorat Bina Usaha. Jakarta.

Harianto, 2003. Prospek Budidaya Ikan Kerapu Bebek. http://www.Prospek/ budidaya/ikankerapubebek.com.Diakses tanggal 29 Desember 2011.

Marjono, 2011. Pematangan Gonad Induk Kerapu Bebek dengan Pemberian Vitamin C dan E..http://www.udang-bbbap.com/sejarah/1179-pematangan-gonad-induk kerapu-bebek-dengan-pemberian-vitamin-c-dan-e. Diaksese tanggal 30 Desember 2011.

Subiyanto, 2007. Analisis Penerapan Paket Teknologi Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Jurnal Saint dan Teknologi BPPT.Pusat Audit Teknologi – BPPT. Jakarta.

Tim Peneliti Lembaga Penelitian Undana. 2006. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang Usaha (Budidaya Ikan Kerapu). Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana Kupang. Kupang.