Minggu, 22 Januari 2012

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI DAN TEKNIK MAKANAN IKAN

LAPORAN PRAKTIKUM
NUTRISI DAN TEKNIK MAKANAN IKAN






Oleh

ISNI AINI
C1K009063





PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2011

BAB I. PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Keberhasilan dalam melakukan kegiatan budidaya dipengaruhi oleh 3 faktor penting yaitu Breeding (bibit), feeding (pakan), dan management. Namun selama ini faktor terpenting yang menjadi kendala dan problematika dalam melakukan kegiatan budidaya yaitu makanan atau pakan ikan. Pakan merupakan salah satu faktor pembatas dalam melakukan kegiatan budidaya karena mempunyai peranan yang sangat penting baik ditinjau dari faktor penentu pertumbuhan maupun dilihat dari segi biaya produksi. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa dilihat dari total biaya produksi dalam kegiatan budidaya, pakan (pakan buatan) memberikan kontribusi kebutuhan biaya operasional mencapai 60% dari biaya produksi. Tentunya dalam hal ini pakan merupakan kebutuhan termahal dari kegiatan budidaya. Untuk itu diperlukan adanya manajemen aplikasi pakan yang baik yang harus sesuai kondisi dengan media hidup serta jenis ikan dan tingkat kebutuhan ikan yang dibudidayakan agar pakan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan serta kelangsungan hidup ikan tersebut.
Ikan merupakan organisme air yang menggunakan protein sebagai sumber energi utama. Lain halnya dengan manusia yang menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi utamanya. Sehingga sebelum membuat suatu formulasi pakan, hal penting untuk diketahui adalah kebutuhan nutrisi bagi organisme yang akan memanfaatkan bahan pakan tersebut. Selain itu juga harus diketahui jenis bahan pakan apa saja yang digunakan serta bagaimana kandungan gizi dalam bahan pakan tersebut, sehingga dapat ditentukan berapa banyak bahan pakan yang diperlukan untuk membuat suatu formulasi pakan.
Dalam membuat formulasi pakan, kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan perlu diketahui terlebih dahulu. Banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan ikan tergantung dari spesies, ukuran serta kondisi lingkungan ikan itu hidup. Nilai nutrisi (gizi) pakan pada umumnya dilakukan melalui analisa proksimat. Beberapa kandungan gizi yang perlu untuk diketahui dalam rangka menyusun ransum pakan yaitu protein, lemak, karbohidrat yang terdiri dari BETN dan serat, serta abu. Selain itu juga perlu diketahui kandungan airnya, sehingga dapat ditentukan perlu tidaknya ditambahkan suatu bahan antioksidan dalam suatu formulasi pakan. Dengan mengetahui semua itu diharapkan pakan yang dibuat memiliki kualitas yang tinggi yakni dapat meningkatkan pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Adapun untuk dapat mengetahui semua itu, maka sangat penting dilakukan Praktikum Nutrisi dan Teknologi Makanan Ikan ini.

I.2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui teknik pembuatan pakan buatan yang baik
2. Mengetahui mutu pakan buatan (pellet) baik secara fisik, kimia maupun biologi.














BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2. 1. Tekhnik Pembuatan Pakan
2.1.1. Bahan baku pakan
Bahan baku pakan adalah bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat pakan buatan. Bahan baku yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan jenis ikan yang akan mengkonsumsi pakan buatan tersebut. Jenis-jenis bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat pakan buatan untuk induk, larva dan benih ikan dapat dikelompokkan menjadi bahan baku hewani, nabati dan bahan tambahan (Deny, 2009).
Menurut Anonim (2009) jenis-jenis bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan buatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bahan baku hewani, bahan baku nabati dan bahan baku limbah industri pertanian. Selain ketiga jenis bahan baku tersebut untuk melengkapi ramuan dalam pembuatan pakan buatan biasanya diberikan beberapa bahan tambahan. Jumlah bahan tambahan (feed additive) yaitu bahan makanan atau suatu zat yang ditambahkan dalam komposisi pakan untuk meningkatkan kualitas dari pakan.
Tabel 2.1. Kandungan nutrisi bahan baku nabati

Tabel 2.2. Kandungan nutrisi bahan baku hewani

Tabel 2.3. Kandungan nutrisi bahan baku limbah pertanian

Sumber : Anonim, 2010.
Bahan baku yang dapat digunakan dalam membuat pakan buatan ada beberapa macam. Dalam memilih beraneka macam bahan baku, harus diperhatikan beberapa persyaratan baik ditinjau dari segi ekonomi maupun teknis yaitu berikut ini :
1. Mudah diperoleh
2. Mudah diolah
3. Harganya relatif murah
4. Bukan merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan saingan.
5. Sedapat mungkin memanfaatkan limbah industri pertanian
6. Mempunyai nilai gizi tinggi, dengan bahan baku yang bergizi tinggi akan diperoleh pakan yang dapat dicerna oleh ikan dan dapat menjadi daging ikan lebih besar dari 50%.
7. Tidak mengandung racun, bahan baku yang mengandung racun akan menghambat pertumbuhan ikan dan dapat membuat ikan mati
8. Sesuai dengan kebiasaan makan ikan, bahan baku yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan di alam, hal ini dapat meningkatkan selera makan dan daya cerna ikan.
Seperti diketahui bahwa berdasarkan kebiasaan makannya jenis pakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu herbivor, omnivor dan karnivor. Maka dalam memilih bahan baku yang akan digunakan untuk ikan herbivor akan sangat berbeda untuk ikan karnivora atau omnivor. Pada ikan herbivor komposisi bahan baku lebih banyak yang berasal dari nabati dan untuk ikan karnivor maka komposisi baha bakunya lebih banyak berasal dari hewani. Dalam hal ini ikan nila merupakan ikan yang termasuk ikan herbivore (Anonim, 2010).
Bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan buatan untuk ikan ada beberapa macam antara lain jagung, kacang kedelai dan tepung ikan. Jagung merupakan bahan baku yang populer digunakan di Indonesia dan di beberapa negara. Jagung digunakan sebagai bahan baku penghasil energi, tetapi bukan sebagai bahan sumber protein, karena kadar protein yang rendah yaitu 8,9%. Selain jagung, bahan lain yang digunakan dalam pembuatan pakan buatan pada ikan yaitu kedelai. Kedelai sering digunakan sebagai bahan baku pembuat tempe dan tahu. Kacang kedele mentah mengandung “penghambat trypsin” yang harus dihilangkan oleh pemanasan atau metoda lain. Selain itu pula bahan lain yang paling sering digunakan yaitu tepung ikan. Tepung ikan berasal dari ikan sisa atau buangan ikan yang tidak dikonsumsi oleh manusia atau sisa pengolahan industri makanan ikan sehingga kandungan nutrisinya beragam, tapi pada umumnya berkisar antara 60 – 70%. Tepung ikan merupakan pemasok lysin dan metionin yang baik. Dimana hal ini tidak terdapat pada kebanyakan bahan baku nabati. Mineral kalsium dan fosfornya pun sangat tinggi, dan karena berbagai keunggulan inilah maka harga tepung ikan menjadi mahal (Masyamsir, 2001).
1.1.2. Bahan perekat pakan
Bahan perekat adalah bahan tambahan dalam pembuatan pakan yang sebagian besar mengandung senyawa karbohidrat. Dimana adanya glukosa yang menjadi komponen penyusun karbohidrat, sangat membantu dalam proses homoginasi bahan pakan karena sifatnya yang lengket. Adapun salah satu bahan perekat yang biasa digunakan yaitu tepung terigu. Tepung terigu berasal dari biji gandum yang berfungsi sebagai bahan perekat dengan kandungan gizi yaitu protein : 8,9%; lemak ; 1,3%; karbohidrat : 77,3%; abu ; 0,06%; air : 13,25%. Adapun contoh bahan perekat lain yang digunakan adalah agar-agar, gelatin, tepung sagu, dan lain-lain tetapi yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka (Anonim, 2010).
2.1.3. Proses pembuatan pakan
Sebelum proses pembuatan pakan ikan dimulai, kandungan gizi pada pakan harus diketahui terlebih dahulu dan disesuaikan dengan umur ikan yang diberikan sebagai contoh : untuk ikan nila yang berumur 1-3 bulan nilai protein yang diberikan 35-50% sedangkan ikan nila yang berumur 4 bulan keatas diberikan protein sekitar 25-30%. Setelah mengetahui keperluan ikan, selanjutnya dilakukan pemilihan bahan baku yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Setelah dilakukan pemilihan bahan, selanjutnya dilakukan penentuan komposisi masing-masing bahan tersebut lalu dicampur rata. Proses pencampuran ini dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Disediakan wadah yang bersih untuk mengaduk bahan. 2) Dicampur bahan-bahan tersebut sesuai dengan urutan komposisi yang terkecil dengan tujuan agar bahan dapat tercampur rata. 3) Bahan ditambahkan air lalu dicampur hingga merata. 4) Disediakan wadah yang selanjutnya digunakan untuk proses pencetakan pakan. Setelah proses pencampuran selesai, bahan dimasukkan ke dalam mesin pencetak pelet sedikit demi sedikit untuk melihat hasil cetakan sudah baik atau tidak. Lalu setelah pakan tercetak semuanya, pakan pelet dijemur hingga beberapa hari dan siap untuk digunakan (Anonim, 2009).
Secara umum, prosedur dalam pembutan pakan ikan dapat dikelompokkan berdasarkan skala usahanya yaitu: skala besar yaitu pembuatan pakan ikan secara besar/pabrikasi, skala sedang yaitu pembuatan pakan untuk memenuhi kegiatan produksi dengan peralatan sedang skala kecil yaitu pembuatan pakan secara sederhana dengan menggunakan peralatan rumah tangga (Sunarso 2008).
Dalam proses pembuatan pakan ikan diperlukan beberapa peralatan baik untuk skala pabrikasi, sedang dan skala rumah tangga. Adapun peralatan yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi : alat penepung (grinding), alat pencampur (mixing), alat pengukus/pemanas (steaming), alat pencetak (pelleting), alat pengering (drying), alat pengepak/pengemasan (packing) (Anonim, 2010).
2. 2. Pengujian Mutu Pakan
2.2.1. Uji fisik
Uji coba pakan secara fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam air. Uji fisik pakan ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet di dalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani, dkk., 2010).
Dalam pengolahan bahan baku, hal yang perlu diperhatikan yaitu kandungan nutrisi pada pakan. Dimana selama proses pengolahan seharusnya penyusutan yang baik adalah 500 gram. Penyusutan pada bahan baku ini disebabkan karena air dan minyak yang terdapat dalam tubuh ikan hilang karena panas. Kita ketahui bahwa air merupakan penyusun utama dari tubuh mahluk hidup. Tujuan dari pengukusan ini sendiri untuk menghilangi kadar air dan minyak pada tubuh ikan, agar mudah untuk digiling nantinya, mempercepat proses pengeringan, dan mengurangi pembusukan pada ikan tersebut. Selain dari nutrisi, sifat fisik pakan juga perlu diperhatikan. Sifat fisik pakan ini menggambarkan baik atau tidaknya pakan. Sifat fisik pakan akan mempengaruhi cara makan dari ikan. Pakan yang baik secara morfologi permukaanya itu tidak kasar, memiliki daya larut hingga 2-3 jam, bau tidak terlalu tengik, dan tidak busuk atau berjamur (Rosadi, 2011)
2.2.2. Uji kimia
Uji kadar lemak dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan terlalu tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan. Prinsip pengujian kadar lemak adalah bahan makanan akan larut di dalam petrelium eter disebut lemak kasar. Uji ini menggunakan alat yang disebut Soxhlet. Adapun pada uji kadar air, kadar air yang baik untuk pellet/pakan buatan adalah kurang dari 12%. Hal ini sangat penting karena pakan buatan tidak langsung dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi disimpan beberapa saat. Prinsip pengujian kadar air di Laboratorium adalah bahan makanan (pellet) dipanaskan pada suhu 105 – 110oC, dengan pemanasan tersebut maka air akan menguap. Peralatan yang digunakan untuk melakukan uji kadar air adalah oven dan peralatan gelas (Kordi, 2007).
2.2.3. Uji biologis
Uji coba pakan secara biologis dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan yang mengkonsumsinya. Hal ini bisa dilihat dengan menganalisa pertumbuhan ikan tersebut dalam suatu periode (Gusrina, 2008).
Ikan nila perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang duris-iris pada pakannya. Banyaknya pelet sebagai pakan ikan nila kira-kira 3% berat biomassa per hari. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan apalagi kalau pakan tersebut sudah berbau tengik (Anonim, 2011).





BAB III. CARA PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Persiapan bahan baku dilakukan hari Senin dan Sabtu pada tanggal 14-19 November 2011, pembuatan pakan dilakukan pada hari Minggu tanggal 20 November 2011 dan uji mutu fisik dan kimia pakan dilakukan hari Kamis dan Jumat tanggal 24-25 November 2011, serta uji biologis pakan dilaksanakan pada tanggal 30 November- 13 Desember 2011 bertempat di Laboratorium Perikanan Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

3.2. Alat dan Bahan Praktikum
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Kompor digunakan untuk memanasi air pada proses pengukusan ikan dan adonan.
2. Panci digunakan untuk mengukus ikan dan adonan pakan.
3. Mesin penggiling/penepung berfungsi untuk menggiling bahan-bahan (ikan, kedelai, jagung) agar menjadi tepung.
4. Wadah pengeringan digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan (ikan, kedelai, jagung) sebelum ditepung dan juga berfungsi untuk mengeringkan pellet yang sudah jadi.
5. Kantong plastik berfungsi untuk membungkus adonan saat dikukus.
6. Nampan berfungsi sebagai wadah untuk mencampur bahan-bahan (ikan, kedelai, jagung) menjadi adonan dan juga berfungsi sebagai wadah untuk menampung pakan yang sudah dicetak.
7. Alat pencetak pellet digunakan untuk mencetak pakan menjadi pellet.
8. Timbangan analitik digunakan untuk mengukur komposisi bahan-bahan (ikan, kedelai, jagung) yang dijadikan pakan. Selain itu timbangan analitik ini digunakan pula untuk mengukur berat cawan, pakan dan labu pada uji kadar air dan uji lemak.
9. Gelas ukur berfungsi untuk mengukur air dalam membuat adonan pakan.
10. Cawan porselen kering berfungsi sebagai media sampel pakan saat melakukan uji kadar air pada pakan
11. Oven berfungsi untuk dan mengeringkan/menghilangkan kadar air pakan pada uji kadar air dan untuk mensterilkan alat (labu dan cawan) dengan pemanasan.
12. Desikator berfungsi sebagai pendingin sampel pakan dan peralatan
13. Kertas saring digunakan untuk membungkus sampel pakan yang akan diuji pada uji kadar lemak.
14. Penjepit berfungsi untuk mengambil atau menjepit cawan dan labu.
15. Pendingin balik berfungsi untuk mendinginkan uap etanol pada uji kadar lemak agar uapnya tidak keluar ke udara.
16. Toples 5L berfungsi untuk menampung air untuk pendingin.
17. Peralatan Pompa air digunakan untuk memompa air menuju pendingin balik
18. Labu berfungsi untuk menampung endapan/ekstrak lemak pada uji lemak
19. Akuarium digunakan sebagai wadah pemeliharaan ikan nila pada uji biologis pakan
20. Aerator berfungsi sebagai sumber oksigen pada pemeliharaan ikan
21. Soxhlet extractor berfungsi untuk mengekstrak kadar lemak pakan pada uji lemak
22. Kompor elektrik berfungsi untuk memanasi larutan pada uji lemak
23. Praktikan berfungsi sebagai objek penilai pada uji organoleptik.
24. Saringan berfungsi untuk mengayak tepung sebelum dibuat adonan pakan.
25. Stopwatch untuk mengukur waktu pengamatan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Air digunakan sebagai pelarut dalam membuat adonan pakan selain itu juga air digunakan sebagai media pengujian pada uji fisik pakan.
2. Ikan teri, kedelai dan jagung serta tepung tapioka sebagai bahan baku pembuatan pakan.
3. Etanol berfungsi sebagai pelarut lemak pada uji kadar lemak.
4. Sampel pakan berfungsi sebagai sampel untuk uji proksimat pakan.

3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Persiapan bahan baku pakan
1. Disiapkan 2 kg ikan teri, kedelai dan jagung masing-masing 0,5 kg.
2. Dibersihkan ikan teri lalu ditiriskan.
3. Dipanaskan air dalam panci sampai mendidih
4. Dikukus ikan dalam air mendidih selama 20 menit.
5. Diangkat dan ditiriskan ikan selama beberapa menit
6. Dikeringkan ikan selama beberapa hari.
7. Digiling ikan, kedelai dan jagung untuk dijadikan tepung.
3.3.2. Proses pembuatan pakan
1. Diayak tepung ikan, kedelai dan jagung menggunakan saringan
2. Ditimbang bahan sesuai dengan komposisinya. Adapun komposisi masing-masing bahan tersebut yaitu :
Tepung ikan = 300 g
Tepung kedelai = 300 g
Tepung jagung = 370 g
Tepung tapioka = 30 g
3. Dicampurkan terlebih dahulu bahan-bahan yang mempunyai komposisi lebih sedikit yakni tepung tapioka, tepung kedelai dan tepung ikan lalu diaduk rata
4. Ditambahkan tepung jagung dan diaduk rata
5. Ditambahkan air sebanyak 300 ml secara bertahap lalu diaduk hingga homogen.
6. Dimasukkan adonan ke dalam kantong plastik
7. Dilubangi kantong plastik
8. Dikukus adonan dalam air mendidih selama 20 menit
9. Dicetak adonan menggunakan alat pencetak pakan
10. Ditampung pellet yang sudah jadi dalam nampan
11. Dijemur pellet sampai kering.
3.3.3. Teknik pengujian kadar lemak
1. Dicuci labu ekstraksi dengan sabun lalu dibersihkan
2. Dipanaskan labu ekstraksi di dalam oven pada suhu 110 0C selama 1 jam
3. Didinginkan labu dalam desikator selama 15 menit lalu labu ditimbang menggunakan timbangan analitik
4. Dicatat berat awal labu tersebut
5. Dirangkai alat uji kadar lemak yakni dengan menghubungkan labu ekstraksi dan soxchlet.
6. Diletakkan labu diatas kompor elektrik
7. Ditimbang pakan yang sebelumnya sudah dihaluskan sebanyak 3g lalu dibungkus dengan kertas saring (diusahakan tidak ada rongga kosong)
8. Dimasukkan sampel pakan dalam soxchlet
9. Dimasukkan etanol + 100-150 ml ke dalam soxchlet sampai sampel pakan yang terbungkus tadi terendam atau sampai melewati lubang pada soxchlet dan sisanya dimasukkan ke dalam labu
10. Soxchlet dihubungkan dengan pendingin balik. Pendingin balik ini berfungsi untuk mengurangi penguapan agar uap etanol tidak menuju udara sehingga uap dari pendingin balik akan tertampung pada soxchlet
11. Diisi air dalam toples, lalu dihubungkan dengan selang dan dipompa air tersebut menuju pendingin balik
12. Dinyalakan kompor elektrik dan dipanaskan etanol tersebut kurang lebih 5 jam atau sampai etanol yang ada dalam soxchlet berwarna bening dan ditunggu sampai mendidih
13. Diambil ekstrak lemak (berwarna kuning) yang terdapat dalam labu ekstraksi
14. Didiamkan ekstrak lemak mengendap di dasar labu selama beberapa menit untuk menghilangkan sisa penguapan etanol sehingga didapatkan ekstrak lemak yang murni
15. Dibuka pendingin balik lalu disedot etanol yang tersisa dalam soxchlet
16. Dimasukkan labu ekstraksi tersebut di dalam oven + 10 menit.
17. Didinginkan labu dalam desikator selama + 10 menit.
18. Ditimbang labu menggunakan timbangan analitik lalu dicatat beratnya.
19. Dihitung kadar lemak pakan tersebut dengan rumus :
Kadar lemak (%) = berat akhir labu-berat awal labu x 100%
Berat sampel pakan
3.3.4. Teknik pengujian kadar air
1. Dipanaskan cawan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 0C
2. Didinginkan cawan dalam desikator selama 10-15 menit
3. Ditimbang berat cawan tersebut pada timbangan analitik lalu dicatat beratnya
4. Dimasukkan sampel pakan yang telah dihaluskan lalu ditimbang, dicatat beratnya
5. Dipanaskan cawan di dalam oven selama 2 jam pada suhu 110 0C
6. Didinginkan cawan di dalam desikator selama 30-60 menit
7. Ditimbang berat cawan
8. Dilakukan kegiatan 1-7 tersebut sampai berat cawan konstan
9. Dilakukan 2 kali ulangan dan menggunakan cawan yang berbeda.
10. Dihitung kadar air pakan tersebut menggunakan rumus ;
Kadar air (100%) = X2-X1 x 100%
A
Keterangan :
X2 = berat awal cawan sebelum dipanaskan
X1 = berat cawan setelah dipanaskan
A = berat pakan


3.3.5. Teknik pengujian daya apung dan tenggelam pakan
1. Diisi akuarium dengan air setinggi 20cm
2. Dimasukkan pakan yang berukuran 1 cm dan dibiarkan pakan mengapung sampai jatuh ke dasar
3. Diaktifkan stopwatch sejak pakan pertama kali menyentuh air
4. Dihitung berapa lama waktu pakan mengapung dan tenggelam.
3.3.6. Teknik pengujian daya tahan pakan dalam air
1. Diisi botol dengan air hingga ketinggian tertentu
2. Diaerasi air tersebut
3. Dimasukkan pakan dengan ukuran 1 cm ke dalam botol
4. Dihitung waktu pakan saat pertama kali menyentuh air sampai pakan tersebut terbagi 2 dan hancur
5. Diulangi kegiatan 1-4 sebanyak 2x ulangan
3.3.7. Uji organoleptik
1. Uji pada indera penglihatan
- Diambil sampel pakan (kira-kira 3-4 potongan)
- Diamati secara visual ada tidaknya benda lain dalam pakan, kehalusan permukaan butiran pakan, warna pakan, dan morfologi pakan
- Diulangi kegiatan 1-2 sebanyak 3 kali
- Dicatat hasil pengamatannya dalam tabel hasil pengamatan.
2. Uji pada indera penciuman
- Diambil sampel pakan (kira-kira 3-4 potongan)
- Dicium aroma dan ada tidaknya bau tengik pada pakan
- Diulangi kegiatan 1-2 sebanyak 3 kali
- Dicatat hasil pengamatannya dalam tabel hasil pengamatan.
3. Uji pada indera pengecap
- Diambil sampel pakan (kira-kira 3-4 potongan)
- Diletakkan pakan diatas lidah untuk dikecap dan dirasa
- Dicatat hasilnya dalam tabel hasil pengamatan
3.3.8. Uji biologis
1 Dipelihara ikan nila dalam akuarium selama 2 minggu
2 Diberi pakan 2x sehari yaitu pagi dan sore dengan dosis 5% dari bobot tubuhnya
3 Diukur panjang dan berat ikan nila setiap minggu
4 Dicatat hasil pengukuran
5 Dihitung berat mutlak ikan tersebut.



















BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Praktikum
Tabel 4.1. Penyusutan tepung ikan
Klp Perlakuan Berat ikan
Sebelum menjadi tepung Setelah dijemur Penyusutan
Pengukusan
1

2

3

4 I : K : J
50 : 20 : 30
I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
I : K : J
30 : 35 : 35
I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3
2000 g

2000 g

2000 g

2000 g 400 g

600

400

500 g 80%

70%

80%

75%
Perebusan
8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 2000 g 800 g 60%

Tabel 4.2. Uji Organoleptik
Tabel 4.2.1. Indera penglihatan
Klp Perlakuan Uraian
Ada tidaknya benda lain dalam pakan Tingkat kehalusan permukaan butiran pakan Warna pakan Morfologi pakan
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
Tidak ada benda lain dalam pakan Permukaan kurang halus Warnanya berbintik-bintik cokelat keputihan Pakan memiliki lubang dipermukaannya
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
Tidak ada benda lain dalam pakan
Permukaan kasar Warnanya berbintik-bintik cokelat keputihan Pakan memiliki lubang dipermukaannya
3 I : K : J
30 : 35 : 35
Tidak ada benda lain dalam pakan

Permukaan halus dan kasar tidak merata Warnanya berbintik-bintik cokelat keputihan Pakan memiliki lubang dipermukaannya
4



I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 Tidak ada benda lain dalam pakan
Permukaan halus dan kasar tidak merata Warnanya berbintik-bintik cokelat keputihan Pakan memiliki lubang dipermukaannya
Perebusan
8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 Tidak ada benda lain dalam pakan
Permukaan kasar Warna merata Pakan memiliki lubang dipermukaannya

Tabel 4.2.2.Indera penciuman
Klp Perlakuan Uraian
Aroma Bau tengik
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
Memiliki aroma khas yang kuat Tidak ada bau tengik
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
Memiliki aroma khas yang kuat Tidak ada bau tengik
3 I : K : J
30 : 35 : 35
Memiliki aroma khas yang kuat Tidak ada bau tengik
4


I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 Memiliki aroma khas yang kuat Tidak ada bau tengik
Perebusan
8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 Memiliki aroma khas yang kuat Tidak ada bau tengik




Tabel 4.2.3. Indera pengecap
Klp Perlakuan Uraian
Rasa Butiran pakan
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
Tidak terasa gatal di lidah Terasa lembut/ mudah patah
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
Tidak terasa gatal di lidah Terasa seperti ada pasirnya
3 I : K : J
30 : 35 : 35
Terasa gatal di lidah Terasa lembut/ mudah patah
4


I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 Terasa gatal di lidah Terasa lembut/ mudah patah
Perebusan
8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 Tidak terasa gatal di lidah Terasa seperti ada pasirnya

Tabel 4.3. Uji daya tahan pakan dalam air
Klp Perlakuan Uraian
Pakan patah menjadi dua Pakan sudah mulai hancur
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
1 jam 13 menit
3 jam 6,5 menit
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
18 menit 10 detik
35 menit 30 detik
3 I : K : J
30 : 35 : 35
4 jam 52 menit 7 jam 7 menit
4

I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 1 jam 33 menit 6 jam 50 menit
Perebusan

8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 42 menit 14 detik 58 menit 16 detik
Tabel 4.4. Uji daya apung dan tenggelam pakan dalam air
Klp Perlakuan Uraian
Lama waktu mengapung Tenggelam
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
2 jam 17 menit 3 detik
2 jam 17 menit 3 detik

2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
5 menit 1 detik
5 menit 3 detik

3 I : K : J
30 : 35 : 35
1 jam 24 menit 17 detik 1 jam 24 menit 18 detik
4

I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 2 jam 47 menit 44 detik 2 jam 47 menit 47 detik
Perebusan

8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 26 menit 6 detik 26 menit 7 detik

Tabel 4. Uji Kadar Air
Klp Perlakuan Kadar air (%) Rata-rata
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
4, 82% 6, 92% 4, 63% 5, 45%
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
12, 30% 11, 12%
11, 13% 11, 51%
3 I : K : J
30 : 35 : 35
10, 10% 9, 75% 9, 38% 9, 74%
4

I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 10, 4% 10, 48% - 10, 44%
Perebusan

8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 7, 4% 7, 6% - 7, 2%
Tabel 4.5. Uji Kadar Lemak
Klp Perlakuan Kadar lemak
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
16,19%
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
17%
3 I : K : J
30 : 35 : 35
17,5%
4

I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 17,3%
Perebusan

8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 22,1%

Tabel 6. Data pertumbuhan ikan
Klp Perlakuan Berat rata-rata ikan Pertumbuhan berat mutlak
Awal Akhir
Pengukusan
1 I : K : J
50 : 20 : 30
- - -
2 I : K : J : T
50 : 20 : 27 :3
19,98 g 20,70 g 0, 72 g
3 I : K : J
30 : 35 : 35
15, 65 g 19, 45 3, 8 g
4

I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 21, 67 g 21, 99 g 0, 32 g
Perebusan

8 I : K : J : T
30 : 30 : 37 : 3 21, 95 g 20, 21 g -

4.2. Analisis Data
a. Penyusutan tepung ikan
Diketahui :
Berat ikan sebelum dikukus : 2 kg = 2000 g
Berat ikan setelah dikukus : 500 g
Ditanya : persentase penyusutannya ?
Jawab :
Penyusutan = 500 x 100 % = 25 %  100% - 25% = 75%
2000

b. Persentase kadar air
Diketahui ;
Ulangan 1 : Berat sampel (A) = 1,0200 g
Berat awal cawan (B) = 1,7242 g
Berat akhir cawan (C) = 2,6381
Ulangan 2 : berat awal cawan (B) = 1,6508 g
Berat sampel (A) = 1,0364 g
Berat akhir cawan(C) = 2,5786 g
Ditanya ; Persentase kadar air pakan ?
• Ulangan 1
Kadar air (%) = (A+B)-C x 100%
A

= 2,7442-2,6381 x 100%
1,0200

= 0,1061 x 100%
1,0200

= 10,4 %
• Ulangan 2
Kadar air (%) = (A+B)-C x 100%
A
= 2,6872-2,5786 x 100%
1,0364
= 0,1086 x 100%
1,0364
= 10,48 %
• Rata-rata kadar air = U1+U2
2
= 10,4 % +10,48%
2
= 10, 44%
c. Persentase kadar lemak
Diketahui :
Berat sampel pakan (A)= 3 gr
Berat awal labu (B) = 277,75 g
Berat akhir labu (C) = 278, 27 g
Ditanya : persentase kadar lemak dalam pakan?
Jawab :
Kadar lemak (%) = C-B x 100%
A
= 278,27-277,75 x 100% 3
= 0,52 x100%
3
= 17,3 %
d. Pertumbuhan berat mutlak
Diketahui :
Wo = 21, 67 g
Wt = 21, 99 g
Ditanya : berat mutlak ?

Jawab :
Berat mutlak (W) = Wt-Wo
= 21,99 gram – 21, 67 gram
= 0, 32 gram























4.3. Pembahasan
Pada Praktikum Nutrisi dan Teknik Makanan Ikan ini, dilakukan pembuatan pakan buatan ikan (pellet) dengan komposisi dan perlakuan yang berbeda. Dimana proses pembuatan pakan ini meliputi persiapan bahan baku, proses pembuatan pakan dan uji mutu kualitas pakan.
Hal pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan pakan yaitu persiapan bahan baku. Menurut Deny (2009) bahan baku pakan adalah bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat pakan buatan yang sudah disesuaikan dengan jenis ikan yang akan mengkonsumsi pakan buatan tersebut. Dalam hal ini bahan baku pakan yang digunakan yaitu tepung ikan teri, tepung kedelai, tepung jagung dan tepung tapioka. Dimana menurut Anonim (2009), bahan-bahan tersebut tergolong dalam bahan baku hewani dan bahan baku nabati. Bahan-bahan tersebut memiliki kandungan nutrisi yang cukup bagus untuk dijadikan pakan. Hal ini sesuai dengan yang telah diuraikan oleh Anonim (2010), bahwa kandungan nutrisi ikan teri yakni 63,76% protein, 4,1% karbohidrat, 3,7% lemak; tepung kedelai mengandung 39,6% protein, 29,50% karbohidrat, 14,30% lemak; tepung jagung mengandung protein hanya 7,63%, karbohidrat 74,23%, lemak 4,43%. Selain itu juga ditambahkan pula tepung tapioka sebagai bahan perekat dengan kandungan nutrisi yaitu protein : 8,9%; lemak ; 1,3%; karbohidrat : 77,3%; abu ; 0,06%; air : 13,25% (Anonim, 2010). Untuk sementara ini, tepung tapioka ini merupakan salah satu bahan perekat yang terbaik yang telah banyak digunakan dalam pembuatan pakan.
Perlakuan dalam pembuatan pakan ini ada dua yaitu dengan merebus dan mengukus. Dimana pada masing-masing perlakuan tersebut, digunakan komposisi yang berbeda-beda. Dalam hal ini yang ingin diketahui adalah pengaruh beberapa komposisi tersebut antar kedua perlakuan sehingga didapatkan suatu formulasi dan teknik pembuatan pakan yang tepat untuk diaplikasikan dalam melakukan kegiatan budidaya.
Bahan yang pertama disiapkan adalah ikan teri. Digunakan ikan teri sebagai bahan baku karena ikan teri ini selain harganya relatif murah, kandungan nutrisi terutama proteinnya tinggi (seperti yang telah diuraikan sebelumnya). Tingginya kandungan protein ikan teri ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ikan nila yang dipelihara sebagai hewan uji pada uji biologis pakan.
Alasan mengapa ikan teri ini disiapkan terlebih dahulu karena ikan teri mengalami beberapa tahapan proses terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan. Dalam hal ini, ikan teri yang disiapkan yaitu sebanyak 2 kg (berat basah) untuk masing-masing kelompok. Ikan teri yang digunakan sebagai bahan baku pakan yaitu ikan teri yang dalam keadaan kering. Untuk mendapatkan ikan teri kering tersebut, dilakukan pemanasan dan penjemuran. Ada dua perlakuan yang dilakukan pada ikan teri yaitu dengan perebusan dalam air mendidih dan pengukusan menggunakan uap air panas selama + 20 menit. Menurut Rosadi (2011) tujuan dari pengukusan ini sendiri untuk menghilangkan kadar air dan minyak pada tubuh ikan, agar mudah untuk digiling nantinya, mempercepat proses pengeringan, dan mengurangi pembusukan pada ikan tersebut. Adapun kelompok 1,2,3 dan 4 melakukan pengolahan ikan teri dengan pengukusan sedangkan kelompok 5,6,7 dan 8 mengolah ikan teri dengan perebusan. Setelah itu, ikan teri ditiriskan (diperas) dan dikeringkan. Dalam proses pengolahan ini, terlihat ada dua perbedaan perlakuan ikan teri dimana kelompok 1 dan 3 dilakukan penirisan (diperas) sedangkan kelompok 2 dan 4 tidak memeras ikan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap lama penjemuran ikan karena perbedaan kadar air dalam tubuh ikan tersebut akan berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas bahan baku. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa semakin tinggi kandungan air suatu bahan maka daya simpannya akan semakin singkat karena cepat mengalami kerusakan (pembusukan). Selain itu, tingginya kandungan air dalam bahan menyebabkan lama penjemuran akan semakin lama apalagi dengan kondisi cuaca yang terus mendung sehingga penjemuraan bisa saja tidak maksimal.
Dari hasil pengolahan ikan teri, terlihat pada kelompok 1,2,3,4, dan 8 menghasilkan berat kering ikan teri yang berbeda-beda. Berat kering tertinggi dihasilkan oleh kelompok 8 sedangkan berat kering terendah dihasilkan oleh kelompok 1 dan 3. Hal ini terlihat pada hasil penyusutan bahan baku pada masing-masing kelompok tersebut, bahwa kelompok 8 memiliki penyusutan bahan baku terendah yaitu 60% atau berat kering bahan baku menjadi 800 g sedangkan kelompok 1 dan 3 penyusutan bahan bakunya mencapai 80% atau berat kering bahan bakunya menjadi 400 g. Sedangkan menurut Rosadi (2011) bahwa penyusutan yang baik adalah yang berat kering bahan bakunya menjadi 500 g. Berati dari sini dapat dilihat bahwa penyusutan bahan baku yang bagus terdapat pada kelompok 4 yang memilki penyusutan 75% atau 500 g.
Terjadinya perbedaan penyusutan bahan baku pada masing-masing kelompok tersebut salah satunya bisa saja disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan bahan baku. Dimana seperti yang telah diuraikan sebelumnya, perbedaan nilai penyusutan bahan baku pada masing-masing kelompok ini disebabkan karena bahan baku pada kelompok 1 dan 3, dilakukan pemerasan terhadap ikan teri sebelum dijemur sehingga kadar airnya jauh lebih sedikit dan cepat kering sedangkan pada kelompok 2, 4 dan 8 tidak dilakukan pemerasan sehingga waktu penjemurannya lama sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menjemur ikan teri untuk semua kelompok adalah sama.
Selanjutnya terlihat dari hasil pengamatan uji fisik, kimia dan biologi ternyata menghasilkan data yang cukup bervariatif baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Adapun pada uji fisik meliputi uji organoleptik yakni menggunakan pancaindera untuk menilai kualitas pakan, uji daya tahan pakan dalam air dan uji daya apung pakan dalam air.
Pada uji organoleptik yang meliputi pengamatan visual mengenai ada tidaknya benda lain dalam pakan, tingkat kehalusan permukaan, warna dan morfologi pakan terlihat pada kelompok 1,2,3,4 dan 8 terlihat tidak ada benda lain yang terdapat dalam pakan. Hal ini menandakan bahwa selama proses pembuatan pakan, tidak ada bahan lain yang ikut tercampur dalam adonan pakan. Adapun tingkat kehalusan permukaan pakan yaitu untuk kelompok 1, pakannya memiliki permukaan yang kurang halus, sedangkan pada kelompok 2 pakannya memiliki permukaan yang kasar dan pada kelompok 3 dan 4, pakannya memiliki permukaan yang halus dan kasar yang tidak merata serta pada kelompok 8 permukaan pakannya relatif kasar. Perbedaan hasil pengamatan tingkat kehalusan permukaan butiran pakan ini wajar saja terjadi, selain disebabkan karena proses pengolahan bahan yang tidak sama, bisa juga disebabkan karena sifat subjektif antar pengamat sehingga bisa dikatakan bahwa pengamatan uji organoleptik ini sebagian besar dipengaruhi oleh adanya sifat subjektifitas dari masing-masing pengamat.
Untuk pengamatan warna ikan, pada kelompok 1,2,3, dan 4 terlihat warna yang sama yaitu memiliki warna bintik-bintik cokelat keputihan sedangkan pada kelompok 8 pakannya menghasilkan warna yang merata. Hal ini disebabkan karena perbedaan pengolahan bahan baku ikan teri. Dimana kelompok 1,2,3, dan 4 diolah dengan cara dikukus sedangkan kelompok 8 mengolah ikan teri dengan cara direbus. Pengolahan ikan dengan cara direbus akan menghasilkan bahan yang mudah tercampur dengan bahan-bahan lain karena bahan tercelup merata di dalam air sehingga warna pakan yang dihasilkan akan merata. Lain halnya dengan ikan teri pada kelompok 1,2,3 dan 4 yang diolah dengan cara dikukus, dimana ikan teri tidak merata terkena uap panas air sehingga apabila dicampur dengan bahan lain, akan menghasilkan adanya warna yang berbintik-bintik.
Pengamatan yang terakhir pada uji organoleptik menggunakan indera penglihatan yaitu morfologi pakan. Dari hasil pengamatan, terlihat dari kelompok 1,2,3,4 dan 8 morfologi masing-masing sampel pakannya yaitu memiliki lubang dipermukaannya. Ini artinya, pakan tersebut memiliki pori-pori kecil dipermukaannya. Semakin besar dan banyak pori-pori pada pakan tersebut, semakin rendah kualitasnya karena pakan tersebut rapuh dan keropos.
Untuk uji organoleptik yang kedua yaitu mengenai uji sensifitas indera penciuman pada pakan yang meliputi identifikasi aroma dan bau tengik pakan. Hasil pengamataan dari semua kelompok terlihat semua sampel pakan memilki aroma khas yang kuat dan tidak memiliki bau yang tengik. Pakan yang berkualitas baik adalah pakan yang memilki bau yang khas dan tidak memilki bau yang tengik karena bau yang tengik ini mengindikasikan bahwa pakan tersebut sudah rusak dan berjamur. Dan adanya bau khas pada pakan akan menyebabkan ikan tertarik untuk memakannya sehingga dapat meningkatkan kualitas pakan tersebut.
Adanya aroma khas yang tercium pada pakan disebabkan karena aroma khas tersebut dihasilkan oleh ikan teri. Dimana aroma ikan teri ini sangat tajam baunya walaupun sudah mengalami pengolahan menjadi pakan hal ini akan mendorong ketertarikan ikan untuk mengkonsumsi pakan tersebut sehingga daya terima ikan terhadap pakan (pallatabilitas) akan tinggi. Sedangkan tidak ditimbulkannya bau tengik pada pakan tersebut disebabkan karena lama penyimpanan pakan tersebut belum terlalu lama yakni berselang satu hari dari waktu pembuatan sehingga reaksi kimia pada bahan-bahan yang ada di dalam pakan belum terjadi. Padahal kadar lemak yang ada dalam pakan tersebut sangat tinggi sehingga akan sangat cepat menyebabkan bau tengik.
Untuk uji organoleptik menggunakan indera pengecap yaang meliputi rasa dan identifikasi tekstur butiran pakan. Pada kelompok 1 dan 2, pakan tidak terasa gatal di lidah sama halnya pakan yang terdapat pada kelompok 8 sedangkan pada kelompok 3 dan 4, pakannya terasa gatal di lidah. Selanjutnya, butiran pakan yang yang terdapat pada kelompok 1,3 dan 4 memilki tekstur yang terasa lembut/ mudah patah sedangkan pada kelompk 2 dan 8, pakannya memiliki tekstur dimana terasa seperti ada pasir di dalamnya. Adanya rasa gatal di lidah, bisa saja disebabkan karena perbedaan sensifitas indera pengecap masing-masing pengamat sehingga akan memberikan respon yang berbeda begitu pula dengan ada atau tidaknya terasa pasir di dalam pakan. Pakan yang berkualitas baik adalah pakan yang tidak memilki rasa yang aneh (terasa gatal dan ada pasir) dan tidak menimbulkan racun bagi ikan ( Anonim, 2010).
Dari hasil uji daya tahan pakan dalam air, terlihat pakan kelompok 2 membutuhkan waktu paling cepat untuk patah maupun hancur di dalam air yakni masing-masing sekitar 18 menit 10 detik dan 35 menit 30 detik sedangkan pakan yang paling lama patah dan hancur di dalam air yakni pakan pada kelompok 3 yakni pakan patah membutuhkan waktu 4 jam 52 menit dan mulai hancur selama 7 jam 7 menit. Menurut Rosadi (2011), pakan yang baik secara fisik yaitu yang mempunyai daya larut 2-3 jam. Pakan yang hancur di bawah 2-3 jam kurang baik untuk diberikan ke ikan karena pakan tersebut cepat hancur dan kesempatan ikan untuk memakannya relatif sedikit sedangkan pakan yang hancur lebih dari 2-3 jam kurang baik juga untuk ikan karena pakan tersebut akan lama dicerna oleh ikan karena teksturnya yang sulit terurai (keras). Dari sini dapat dilihat bahwa kelompok 1 mendekati standar kualitas pakan secara fisik yang cukup bagus dimana pakan pada kelompok 1 ini dapat hancur dan larut dalam air selama 3 jam 6,5 menit sedangkan kelompok lain memiliki waktu yang relative lama untuk hancur (kecuali kelompok 2).
Adanya perbedaan daya tahan pakan dalam air pada masing-masing kelompok ini disebabkan karena kekompokan pada partikel pakan yang berbeda. Dimana semakin kompak tekstur suatu pakan maka semakin tahan ia berada dalam air. Kekompakan tekstur pakan yang berbeda ini disebabkan karena adanya penambahan bahan perekat berupa tepung tapioka pada beberapa kelompok yakni pada kelompok 2, 4 dan 8. Dimana tepung tapioka ini dapat melengketkan bahan baku karena kandungan karbohidratnya yang tinggi yakni 77,3% (Anonim, 2010). Seharusnya dengan penambahan bahan perekat ini, daya tahan pakan di dalam air akan lama. Tapi pada kenyataannya, pada pakan kelompok 3 walaupun tidak ditambahkan bahan perekat, daya tahan pakannya di dalam air sangat lama sedangkan pada kelompok yang ditambahkan bahan perekat malah sebaliknya yaitu relative cepat hancur di dalam air (kelompok 2 dan 8). Hal ini bisa saja disebabkan karena terjadinya kesalahan baik dalam pengolahan maupun pengujian.
Adanya pengujian daya tahan pakan di dalam air ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas pakan yang baik yang digunakan untuk aplikasi di lapangan. Dengan mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani, dkk., 2010). Pakan yang lama hancur tentunya akan mengurangi beban bahan organik di dalam perairan dan apabila pakan sangat cepat terurai atau larut di dalam air akan menyebabkan semakin cepat terjadi penumpukan bahan organik di dalam air sehingga dalam kegiatan budidaya sebisa mungkin pakan yang seperti ini dihindari (pakan kelompok 2)
Uji daya apung dan tenggelam pakan di dalam air dimaksudkan untuk mengetahui pakan mana yang akan diberikan pada hewan uji yang bersifat pemakan cepat maupun pemakan lambat. Semakin lama pakan tersebut mengapung dan tenggelam di dalam air berarti pakan tersebut semakin cocok untuk diberikan ke ikan yang bersifat pemakan lambat karena kesempatan ikan untuk makan pakan tersebut cukup besar. Disini terlihat bahwa pakan pada kelompok 4 memilki waktu yang paling lama untuk mengapung yakni 2 jam 47 menit 44 detik dan dibutuhkan waktu 2 jam 47 menit 44 detik untuk menuju dasar (tenggelam). Adapun pakan pada kelompok 2, waktu mengapung pakannya hanya membutuhkan waktu 5 menit 1 detik dan tenggelam selama 5 menit 3 detik. Dari kedua data tersebut, terjadi perbedaan yang sangat signifikan padahal kedua pakan tersebut menggunakan bahan perekat yang dapat meningkatkan stabilitas pakan tersebut di dalam air. Secara logika, seharusnya pakan yang teksturnya kompak karena mengandung bahan perekat memiliki daya apung yang cukup lama di dalam air. Tapi adanya data seperti ini kemungkinan disebabkan karena terjadinya kesalahan dalam pengolahan maupun pengujian.
Pada uji kadar air, pakan pada kelompok 2 menghasilkan kadar air yang paling banyak yaitu 11,51% dan yang paling sedikit yaitu pakan pada kelompok 1 sekitar 5,45%. Menurut Kordi (2007), pakan buatan yang baik mempunyai kadar air dibawah 12%. Hal ini menandakan bahwa kadar air untuk semua sampel pakan pada kelompok 1,2,3,4 dan 8 mempunyai kisaran kadar air yang cukup baik yakni rata-rata dibawah 12%. Pengaruh kadar air di dalam pakan ini yakni semakin banyak kadar air di dalam pakan maka waktu simpannya akan semakin cepat (cepat rusak). Hal ini disebabkan karena air sebagai komponen pakan dapat menjadi media hidup mikroorgaanisme sehingga semakin banyak air di dalam pakan maka semakin cepat pakan tersebut akan rusak dan berjamur. Sedangkan yang diharapkan dalam membuat suatu formulasi pakan, dibutuhkan waktu yang lama untuk menyimpan pakan agar ketersediannya dapat terjamin setiap saat karena pakan tidak semuanya langsung dapat dikonsumsi oleh ikan. Jadi dari hasil analisis uji kadar air pada sampel pakan, terlihat semua kelompok mempunyai kadar air yang bagus untuk standar pakan berkualitas.
Dari hasil uji kadar lemak pada pakan, semakin tinggi kadar lemak di dalam pakan maka akan semakin cepat pakan tersebut berbau tengik karena lemak apabila tidak ditangani secara sempurna, dalam waktu yang lama akan teroksidasi dan menyebabkan bau tengik. Bau tengik pada pakan ini menyebabkan kualitas pakan tersebut menurun karena baunya sudah tidak disukai oleh ikan. Menurut Kordi (2007), kadar lemak yang baik dalam pakan yaitu sebaiknya kurang dari 8%. Adapun yang terlihat dari hasil praktikum, kadar lemak pada kelompok 1, 2,3,4, dan 8 memilki kadar lemak yang cukup tinggi yaitu rata-rata lebih dari 17% (kecuali kelompok 1). Tentunya pakan ini kurang baik diaplikasikan ke ikan.
Dari sini terlihat pula bahwa ikan teri yang diolah dengan cara direbus menghasilkan rata-rata kadar lemak yang lebih tinggi daripada ikan teri yang diolah dengan cara dikukus. Hal ini menandakan bahwa dengan menggunakan teknik perebusan, kadar lemak di dalam ikan teri masih kurang bisa kurangi sehingga untuk sementara ini teknik pengukusan masih bisa dikatakan lebih efisien dalam menghilangkan kadar lemak pada ikan.
Dari hasil uji biologis pakan terhadap hewan uji dalam hal ini ikan nila, terlihat bahwa selama pemeliharaan 2 minggu, rata-rata pertumbuhan ikan nila yang diberikan pakan buatan pada masing-masing kelompok yang diberikan secara adlibitum yakni 2x sehari (pagi dan sore hari) dengan dosis 5% dari bobot tubuh menghasilkan pertumbuhan yang cukup rendah yakni berkisar dari 0,32-3,8 gram. Partumbuhan ikan nila diukur dengan menghitung pertumbuhan berat mutlaknya yaitu berat akhir selama pemeliharaan 2 minggu dikurangi dengan berat awal pemeliharaan pada hari ke-0.
Rendahnya pertumbuhan ikan ini disebabkan karena kandungan nutrisi pada pakan yang belum tepat. Hal ini bisa dilihat dari hasil uji fisika dan kimia pakan melalui analisis proksimat. Walaupun kandungan protein pakan buatan yang dibuat masing-masing kelompok cukup tinggi namun dari hasil uji mutu kualitas pakan, ada beberapa standar mutu pakan yang tidak tepat diberikan ke ikan nila. Dimana menurut Anonim (2011), pakan pellet yang cocok diberikan ke ikan nila yakni pakan yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Seperti yang telah dibahas diatas, bahwa kadar lemak pada pakan buatan semua kelompok ini sangat tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan bau tengik pada pakan dan ikan tidak menyukai itu. Selain itu juga, yang menyebabkan pertumbuhan ikan rendah yakni karena kurang pengontrolan selama pemeliharaan. Dimana kendala/kesalahan yang dilakukan selama pemeliharaan ikan yakni tidak teratur dalam memberikan pakan dan penyiponan serta pergantian air tidak intensif dilakukan. Jadi dari hasil uji biologis ini, tidak bisa dikatakan 100% pertumbuhan ikan ini dipengaruhi oleh pakan tapi ada beberapa faktor lain yang ikut mempengaruhinya.






BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah :
1) Pembuatan pakan dengan menambahkan tepung tapioka sebagai perekat dalam komposisi pakan, menghasilkan tekstur pakan yang lebih kompak.
2) Tepung ikan yang diolah dengan cara direbus, menghasilkan warna pakan yang merata dan kandungan kadar air yang relatif sedikit
3) Tepung ikan yang diolah dengan cara direbus akan mengahsilkan kadar lemak yang lebih tinggi daripada diolah dengan cara dikukus.
4) Secara fisik, pakan yang berkualitas baik yaitu yang memiliki bau yang khas, tidak menimbulkan bau tengik, permukaanaya halus, tidak memilki rasa yang aneh dan memiliki daya hancur berkisar 2-3 jam serta tidak terlalu lama mengapung di dalam air.
5) Pakan pada kelompok 1, 2, 3, 4 dan 8 memilki kadar air yang baik yakni di bawah 12% sedangkan kadar lemak pada pakan tersebut sangat tinggi yakni mencapai 17%-22%.
6) Pertumbuhan ikan nila dengan pemberian pakan buatan kelompok 1,2,3,4 dan 8, menghasilkan pertumbuhan yang kurang optimal karena selain tidak intensif dalam pemeliharaan ikan, pakan yang diberikan juga masih kurang berkualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar